Nasional

Misi AMIN tentang Pemerataan Ekonomi, Mungkinkah?

Oleh : Harsa Permata

KEBARUAN.COM – Sebelum langsung menjawab pertanyaan yang jadi judul di atas, saya akan coba mengeksplorasi kondisi riil di Indonesia, terkait pemerataan ekonomi ini. Untuk itu, saya akan coba bertolak, dari realitas keseharian yang saya alami, yaitu di satu provinsi yang sekarang saya tinggali.

Provinsi tersebut adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y), provinsi yang juga terkenal sebagai kota pelajar ini, memang seringkali dibahas di berbagai media sosial, khususnya oleh orang-orang yang pernah tinggal di sana, baik itu berkuliah, maupun lainnya. Biasanya, selalu suara yang sama tentang provinsi ini, yaitu ngangeni (bikin kangen), atau enak di Jogja, apa-apa murah.

Persoalannya, di Jogja, dalam kenyataannya ketimpangan sangat terasa. Bagaimana kongkritnya? Baiklah, saya mulai dari upah minimum di Jogja, atau Provinsi D.I.Y saja. Upah minimum tertinggi, dari 4 kabupaten (Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul) dan 1 Kotamadya (Kota Yogyakarta), adalah UMK Kota Yogyakarta tahun 2024, yang berlaku mulai 1 Januari, yaitu sebesar Rp. 2.492.997 (Sumber: jogjaprov.go.id, diakses 6 Januari 2024).

Baca jugaResistensi AMIN terhadap IKN: Akar dan Maknanya

Setelah melihat upah minimum di Jogja, mari kita lihat harga tanah di Jogja. Mengutip situs web, prime360.id, harga tanah di Jogja yang terendah pada tahun 2023, menurut situs web ini, adalah di wilayah Jalan Kaliurang atas, dekat Kampus Universitas Islam Indonesia (UII), yaitu sekitar 2,2 juta rupiah per meter. Sementara, untuk harga tanah tertinggi, yaitu di wilayah Kota Yogyakarta, yaitu sekitar 10 juta rupiah ke atas, per meternya.

Dari sini sudah terlihat bagaimana ketimpangannya. Dengan upah standar UMR (Upah Minimum Regional), akan sulit bagi pekerja yang hanya mengandalkan penghasilan dari upah, untuk membeli rumah atau tempat tinggal permanen. Jangankan untuk beli rumah, untuk hidup layak saja, para pekerja akan kesulitan di Jogja, karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh buruh D.I.Y, angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Kota Yogyakarta, adalah sebesar 4,1 juta rupiah perbulannya (Sumber: rejogja.republika.co.id). Artinya, secara logika matematika, terdapat kurang lebih 1,6 – 1,7 juta rupiah defisit anggaran, yang dialami oleh setiap pekerja di Jogja, yang hanya bergantung pada penghasilan dari upah belaka.

Itu jika nominal pengupahannya mengikuti standar upah minimum Jogja, bagaimana dengan instansi atau tempat kerja yang tidak mengikuti standar upah minimum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Jogja? Dalam artian memberi upah karyawan/pekerja, lebih rendah dari standar upah minimum. Tentu pekerja yang hidup dalam kondisi ini, akan lebih sulit lagi, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi untuk beli tanah atau rumah.

Jika kita beranjak sedikit ke provinsi tetangga D.I.Y, yaitu Jawa Tengah, besaran UMP-nya ternyata lebih kecil dari UMK terendah di Provinsi D.I.Y, Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebesar Rp. 2.188.041. UMP Jateng, pada tahun 2024 adalah sebesar Rp. 2.036.947, yaitu hanya naik sebesar 4,02%. Akan tetapi, besaran upah minimum di masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Jateng, beragam. UMK tertinggi adalah kota Semarang, yaitu, sebesar Rp. 3.243.969, sementara UMK terendah adalah Kabupaten Banjarnegara, yakni sebesar Rp. 2.038.005 (Sumber: jatengprov.go.id, diakses 6 Januari 2024). Terkait KHL di Semarang, menurut perhitungan Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kota Semarang, adalah sebesar 3,5 juta rupiah (Sumber: kspncenter.com, diakses 6 Januari 2024).

Tentang besaran kenaikan upah yang ideal dan sesuai KHL, untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah, Serikat Pekerja Nasional (SPN) sudah menyampaikannya dalam demonstrasi di depan kantor Gubenur Jateng, tanggal 28 November 2023, yaitu sebesar 13% (Sumber: rejogja.republika.co.id, diakses 6 Januari 2024). Artinya, untuk Kabupaten Banjarnegara, seharusnya UMK yang sesuai KHL untuk tahun 2024, adalah sebesar kurang lebih 2,2 juta rupiah.

Bagaimana dengan harga properti di Jawa Tengah? Berdasarkan situs internet, onlist.id, kisaran harga tanah di Provinsi Jawa Tengah, pada bulan Juni 2022, adalah sekitar 7,5 juta rupiah per meternya. Artinya, kurang lebih sama dengan Jogja, para pekerja di Jateng, yang hanya bergantung pada upah, akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup secara layak dan mendapatkan rumah atau tempat tinggal permanen.

Kembali ke pertanyaan awal, apakah mungkin misi AMIN tentang pemerataan ekonomi diwujudkan? Pada poin pertama, dalam misi “Pemerataan Ekonomi”, berbunyi, “Menerapkan upah minimum yang adil dan sesuai dengan kondisi daerah tanpa memberatkan para pemberi kerja”. Satu hal yang terpikir oleh saya, untuk mewujudkan hal ini, yaitu kehidupan buruh tidak hanya ditopang oleh penghasilan dari upah belaka, tetapi juga dari subsidi oleh pemerintah, atau bahkan subsidi silang, dari orang-orang yang memiliki penghasilan besar sekali. Subsidi dari pemerintah, untuk pekerja, mungkin tidak harus berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai), tetapi bisa juga berupa perumahan murah, iuran BPJS ringan, tarif angkutan umum murah, atau bahkan pembangunan trotoar yang layak dilewati oleh pejalan kaki, dan kursi roda, sehingga pekerja bisa pergi ke kantor dengan jalan kaki, seperti yang lazim dilakukan rakyat di berbagai negara maju di Eropa dan Amerika Serikat.

Baca jugaMemahami Ide AMIN tentang Pembangunan Terpadu Desa dan Kota

Anies Baswedan sendiri, selama menjabat sebagai Gubernur DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta, telah mengeluarkan kebijakan bantuan untuk pekerja, melalui kartu pekerja. Dengan kartu ini, pekerja mendapatkan pengurangan biaya hidup, untuk kebutuhan pokok, yang meliputi pangan, transportasi, dan pendidikan. Terkait hal ini, saat masih memimpin DKI, Anies menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dilakukan oleh Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI Jakarta, untuk menyejahterakan pekerja, pertama, meningkatkan pendapatan pekerja dengan menaikkan UMP (Upah Minimum Provinsi), dengan keputusan gubernur. Kedua, dengan membantu pekerja, melalui pengurangan pengeluaran (Sumber: inews.id, diakses 6 Januari 2024).

Akhir kata, visi paslon (Pasangan Calon) nomor urut 1, Anies – Muhaimin (AMIN), yaitu “Indonesia Adil Makmur untuk Smua”, yang salah satunya diimplementasikan melalui pemerataan ekonomi, yaitu melalui penerapan pemberian upah minimum yang adil dan tidak memberatkan pemberi kerja, bagi saya, bukanlah hal yang tidak mungkin. Anies Baswedan sudah pernah melaksanakannya ketika menjabat sebagai Gubernur DKI. Persoalannya kemudian, adalah bagaimana paslon AMIN bisa menerjemahkan kebijakan ekonomi yang telah diterapkan oleh Anies Baswedan di Jakarta semasa menjadi Gubernur di provinsi tersebut, ke tingkat nasional?

Untuk itu, butuh berbagai kajian dan riset yang lebih mendalam dan komprehensif, supaya berbagai kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan keadilan sosial, benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan misi AMIN di bidang ekonomi lainnya, yaitu “Ekonomi Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top