Nasional

‘Ndasmu Etik’ dan Watak Asli Prabowo Subianto

Oleh: Harsa Permata

KEBARUAN.COM – Baru-baru ini viral, sebuah video penggalan yang berisikan Prabowo Subianto tengah berpidato di forum internal partai miliknya, yaitu Rakornas Partai Gerindra. Dalam penggalan singkat video pidato tersebut, Prabowo seperti mencoba mengulang dialog Anies Baswedan dengan dirinya, dengan gaya mengejek, dalam debat capres pertama lalu. Bunyinya kurang lebih seperti ini, “Bagaimana perasaan Mas Prabowo soal etik, etik, etik”, yang kemudian dijawab sendiri oleh Prabowo, “Ndasmu etik”.

Kata “Ndasmu” ini merupakan salah satu kata tingkatan ngoko, dalam bahasa Jawa, yang berarti kepalamu, bentuk halusnya (kromo), umumnya adalah “Sirahmu”. Bahasa ngoko biasanya digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang seumuran atau lebih muda, dan sifatnya informal. Sementara kromo, untuk berkomunikasi dengan yang lebih tua, dan sifatnya cenderung formal.

Entahlah, apakah Prabowo memang menganggap semua peserta Rakornas Partai Gerindra, adalah orang-orang yang seumuran atau lebih muda dari dirinya, wallahua’lam. Yang jelas kalau menggunakan teori psikoanalisisnya Sigmund Freud, yang membagi jiwa manusia ke dalam tiga bagian, yaitu, id (naluri), Ego (Rasio/akal budi), Superego (Nilai dan norma moral dalam masyarakat).

Tingkah laku dan tutur kata yang dikeluarkan atau dipraktekkan di bawah pengaruh id, biasanya cenderung informal. Lazimnya, manusia bertindak di bawah pengaruh id ini adalah saat bersama inner circle-nya, karena id biasanya berkaitan dengan aktivitas yang sangat pribadi, seperti aktivitas seksual, kekerasan, dan keinginan untuk mempermalukan orang lain. Ketika seseorang berada bawah pengaruh id, biasanya Ego tidak bisa mengontrol dirinya. Ketika berada di tengah-tengah masyarakat, atau dalam pergaulan sosial, biasanya Ego akan mengendalikan id sedemikian rupa, supaya bertindak sesuai dengan akal budi, dan nilai, serta norma moral yang berlaku dalam masayarakat tempat dia hidup (Superego).

Baca jugaPilih Nasehat Machiavelli atau al-Ghazali?

Dengan demikian, mungkin karena dianggap forum internal partai miliknya, Prabowo merasa bebas untuk mengekspresikan ejekan terhadap kandidat capres lainnya. Akan tetapi, seharusnya internal Gerindra juga bisa mengontrol supaya sikap dan kata-kata Prabowo yang mengejek capres lainnya tersebut, tidak disaksikan masyarakat luas. Karena, secara moral, sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, menganggap bahwa kata “Ndasmu” itu adalah kasar dan tidak layak diungkapkan dalam pergaulan sosial.

Pertanyaannya, apakah video tersebut memang sengaja disebarkan, atas restu Prabowo dan internal Partai Gerindra atau tidak? Jika tidak, maka ke depannya, Prabowo dan internal Partai Gerindra, harus memperketat aturan di forum internal mereka, supaya hal-hal yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik, tidak tersebar luas.

Yang jadi persoalan, adalah jika penyebaran video itu disengaja, dan direstui oleh Prabowo serta internal Partai Gerindra. Artinya, dengan tindakan ini, seolah-olah Prabowo dan internal Gerindra ingin menyampaikan bahwa mereka tidak peduli dengan moral sama sekali. Jika yang kedua ini, yang menjadi jawaban dari pertanyaan tadi, maka ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Khsususnya, jika Prabowo berhasil memenangi kontestasi Pilpres 2024, maka persoalan moral tidak akan digubris oleh pemerintahannya sama sekali. Konsekuensinya adalah, semua kritik dari masyarakat, baik itu yang konstruktif maupun tidak, akan dibabat dan dilarang, jika kemudian mengganggu proyek pemerintahan.

Saya paham, bahwa latar belakang Prabowo, adalah komandan militer, yang kerap memimpin pasukannya bertempur, sehingga mungkin memiliki karakter keras. Beliau sejarahnya memang pernah mengomandoi pasukan elit TNI Angkatan Darat (AD), yaitu Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Akan tetapi, mengapa Presiden Indonesia lainnya, yang berlatar militer, seperti SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), bisa lebih kalem? Padahal beliau juga karir militernya sering menjadi komandan.

Bahkan mantan mertua Prabowo, yaitu Soeharto, juga merupakan jenderal militer, yang memiliki pengalaman mengomandoi berbagai pasukan tempur, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pak Harto, dalam pergaulan sosial, selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang kalem dan sopan.

Walaupun demikian, saya salut, dengan tanggapan Anies Baswedan terhadap video viral yang berisi ejekan Prabowo terhadap dirinya tersebut. Anies dengan tenang mengatakan “Memang etik itu mulainya dari kepala, kalau kepala tidak mengikuti etika, apalagi yang di bawahnya (Dikutip dari video di channel Metro TV “Tanggapan Santai Anies Soal Ucapan Ndasmu Etik”, diakses 17 Desember 2023). Artinya beliau tidak memperlihatkan ekspresi kecewa dan marah, dan menyerang balik Prabowo. Sebagai seorang yang berlatar akademisi, beliau tetap berusaha memberikan pemahaman akan hal yang baik, dengan tutur katanya.

Sikap bijaksana dan elegan Anies dalam merespon ejekan terhadapnya, ini adalah contoh karakter seorang pemimpin yang baik dan sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Sikap tenang, bijaksana, adalah wujud dari kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya luar dalam. Seorang pemimpin yang memiliki sikap seperti ini, maka segala sesuatu yang berada di bawah kepemimpinannya akan berjalan teratur, tertata, dan biasanya akan menghasilkan output yang baik dan bermanfaat untuk semuanya. Jika seorang pemimpin tidak mampu mengatur dirinya luar dalam, maka biasanya apa yang dipimpinnya akan tidak teratur, kacau, dan sulit mencapai hasil yang maksimal, untuk kebaikan bersama.

Masyarakat Indonesia, sebenarnya, jika menilik sejarah pemilu langsung, biasanya selalu memilih pemimpin yang mampu mangatur dirinya luar dalam, berkarakter kalem, dan tenang. SBY dan Jokowi, keduanya memiliki kedua karakter tersebut. Artinya, masyarakat Indonesia, biasanya paham dan mampu menilai dan memutuskan pemimpin yang mana, yang paling baik untuk bangsa Indonesia. Mudah-mudahan, pada Pilpres 2024 nanti, hal ini masih tetap eksis, sehingga pemimpin yang terbaiklah yang kemudian dipilih oleh masyarakat Indonesia, guna memimpin Indonesia untuk 5 tahun berikutnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top