Nasional

Membaca Misi AMIN tentang Koperasi, UMKM, dan Keadilan Ekonomi

Foto Kampung Susun Akuarium di Jakarta Utara (Sumber: kompas.id)

Oleh: Muhammad Mustafid
(Pengasuh PP Aswaja Nusantara, Mlangi, Sleman)

KEBARUAN.COM – Persoalan keadilan ekonomi, pada dasarnya adalah hal yang tak terselesaikan pada era Pemerintahan Jokowi saat sekarang ini. Gini rasio yang berada di angka 0,388, pada Maret 2023, 25,9 juta rakyat Indonesia, berada di bawah garis kemiskinan (Sumber: inilah.com, akses 09/01/2024). Data berikutnya adalah, berdasarkan standar komposisi gizi Healthy Diet Basket (HDB), yang dipakai oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO), sekitar 68% atau 183,7 juta rakyat Indonesia, tidak mampu membeli makan dengan gizi seimbang (Sumber: kompas.id, akses 10/01/2024).

Dalam hal pembagian kekayaan secara ekonomi, terdapat hanya 10% warga negara Indonesia, yang menguasai kurang lebih 60% dari seluruh kekayaan rumah tangga. Berikutnya, yang lebih miris lagi, hanya 1% dari penduduk Indonesia, menguasai 29,4% dari keseluruhan kekayaan tersebut. Berdasarkan Laporan Credit Suisse Tahun 2022, hanya 10% warga negara Indonesia, yang menguasai 67% kekayaan nasional, sementara, 40% penduduk hanya menguasai 2,1% saja (Booklet visi misi paslon AMIN).

Baca jugaBerbagai Program Kongkrit AMIN untuk Penyandang Disabilitas

Dalam misi bidang ekonomi, paslon (Pasangan Calon) AMIN mengedepankan koperasi, sebagai salah satu penggerak pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Akan tetapi, sebaiknya kita luruskan terlebih dahulu, pemahaman tentang koperasi, dengan menjawab pertanyaan: apa itu koperasi?

Dalam buku Koperasi Indonesia (2000), Revrisond Baswir mengutip pandangan Mohammad Hatta atau Bung Hatta, salah satu Proklamator kemerdekaan Indonesia, tentang koperasi sebagai sebuah usaha bersama, berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam koperasi, idealnya, seluruh anggotanya bekerja sama, dan nilai-nilai kekeluargaan dijunjung tinggi. Sayangnya, asas kekeluargaan dalam koperasi ini seringkali ditafsirkan secara keliru sebagai akar praktik nepotisme. Padahal asas kekeluargaan ini sejatinya adalah antitesis atas kompetisi/persaingan bebas, sebagai jangkar sistem ekonomi pasar, yang menguntungkan pihak yang kuat secara ekonomi dan politik.

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, dalam sistem koperasi tidak ada buruh dan majikan, pemodal dan pekerja. Semua anggota bekerja sama, bergotong-royong, atas dasar kekeluargaan, dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Dalam Pasal 33 ayat 1, UUD (Undang-Undang Dasar 1945), tertuang dengan jelas sistem ekonomi koperasi ini.

Idealnya, sebenarnya, dengan sistem ekonomi koperasi ini, sektor UMKM (Usaha Mikro, kecil, dan Menengah), bisa tumbuh subur. Melalui pembiayaan koperasi, maka rakyat tidak perlu lagi meminjam uang lewat pelepas uang atau pinjaman Online (pinjol), yang bunganya menjerat leher, untuk dijadikan modal usaha. Biasanya koperasi yang ideal, bunga pinjamannya sangat kecil, sehingga anggota koperasi, tidak akan kesulitan mencicil pinjamannya, setiap bulannya.

Misi AMIN terkait koperasi ini, berikutnya, adalah mengoptimalkan peran koperasi melalui revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang layak untuk ditransformasikan menjadi koperasi. Berikutnya, revitalisasi koperasi di pondok-pondok pesantren, dan membentuk berbagai badan usaha milik rakyat, seperti BUM-Petani dan Nelayan.

Pendirian dan administrasi koperasi dan UMKM, berdasarkan misi AMIN tentang koperasi ini, akan dipermudah, dengan menyederhanakan regulasi, dan aplikasi teknologi informasi. Akses pasar diperluas, melalui penempatan koperasi dan UMKM sebagai bagian dari jalur pasokan terhadap BUMN dan korporasi lewat program-program kemitraan.

Dukungan pemerintah terhadap koperasi dan UMKM berikutnya, berdasarkan misi AMIN, adalah dengan peningkatan relevansi koperasi dan UMKM, melalui pemanfaatan e-commerce, dan teknologi informasi. Teknik produksi, manajemen, dan pemasaran, bagi koperasi, dan UMK, juga akan ditingkatkan. Hal yang penting lainnya, adalah, sebagaimana, yang sudah disebutkan di beberapa paragraf sebelumnya, yaitu berupa fasilitas akses pendanaan yang mudah dan murah, melalui perbaikan terhadap program pembiayaan untuk koperasi dan UMKM, pembiayaan lewat KUR (Kredit Usaha Rakyat), juga termasuk di dalamnya.

Supaya koperasi tidak dijadikan sebagai alat untuk melakukan berbagai kejahatan keuangan, seperti investasi bodong, pencucian uang, dan lain-lain, maka lembaga, peraturan, dan pengawasan terhadap koperasi juga diperkuat. Terakhir, yaitu pembelian produk UMKM dalam negeri, akan ditingkatkan, dengan menjadikannya sebagai target belanja barang dan jasa pemerintah, BUMN, dan BUMD.

Baca jugaMemahami Ide AMIN tentang Pembangunan Terpadu Desa dan Kota

Visi misi AMIN terkait penguatan peran koperasi tidak hanya bertumpu pada tataran konseptual yang diidealisasikan, melainkan juga berbasis pada pengalaman nyata di lapangan. Hal ini antara lain mengacu pada penyelesaian masalah pemukiman warga kampung-kampung kota di DKI Jakarta semasa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Sebagaimana dapat kita tengok pada kasus penataan Kampung Akuarium di Jakarta Utara, Pemerintah Provinsi DKI pada masa itu bersama pelibatan penuh warga setempat serta simpul-simpul jaringan rakyat miskin kota merancang suatu pemukiman yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat bawah dengan payung kelembagaan koperasi. Selama ini, kuatnya arus komersialisasi properti di tengah kebijakan ekonomi yang berhaluan neoliberal-kapitalistik, melambungkan pertumbuhan harga properti di kota-kota besar, terutama Jakarta, menyebabkan marjinalisasi akses warga kelas menengah bawah atas hunian layak. Oleh karena itu, pembentukan koperasi sebagai payung kelembagaan dalam pembangunan pemukiman di kota-kota besar menjanjikan harapan baru bagi peningkatan akses warga atas hunian layak.

Demikianlah, misi paslon AMIN tentang koperasi dan UMKM, sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan visi paslon tersebut, yaitu “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”. Keadilan ekonomi, pada dasarnya adalah esensi dari visi paslon AMIN. Hal yang pada era Pemerintahan Jokowi, yang sudah hampir 10 tahun, masih belum juga berhasil diwujudkan. Memang pembangunan infrastruktur masif terjadi pada era Jokowi, akan tetapi, pembangunan fisik tersebut, secara umum gagal mewujudkan kondisi utama, yang seharusnya menjadi tujuan dari Pancasila, yaitu sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.[]

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top