Nasional

Maklumat Canberra

Foto Forum Komunikasi Mahasiswa Australian National University (KOMPAS)

KEMBALIKAN MARTABAT PENYELENGGARA NEGARA

KEBARUAN.COM – Menjelang hari pemilihan umum 14 Februari 2024, masyarakat menyaksikan elit mempertontonkan keberpihakan politik tanpa merasa malu.Sebagian penyelenggara negara dan aparat penegak hukum dalam menjalankan mandatnya sebagai pejabat publik bagai tersandera menjadi kepanjangan tangan agenda politik elektoral. Etika pejabat dan penyelenggara negara menjadi barang langka dari tingkat pimpinan tertinggi di pusat sampai tingkat terbawah di daerah.

Baca jugaPCINU Eropa Plus Serukan Elit PBNU yang Cawe-Cawe dalam Pemilu 2024, untuk Mengundurkan Diri

Sejarah akan mencatat era di mana paslon melanggar etika dengan pengerahan anggaran serta sumber daya demi meraih kemenangan politik dinasti. Dampaknya panjang dan menciderai ingatan kolektif kita sebagai bangsa. Mandat penyelenggara negara untuk melayani mereka yang papa serta terpinggirkan menjadi cacat dengan menjadikan kelompok yang seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan menjadi sebatas deret ukur belaka dalam preferensi survei Pemilu. Seolah tak cukup kita melihat elit mengisap laut, menguras bumi dan mengotori langit. Akal sehat kita semua terhina dengan penjungkirbalikan logika penyelenggaraan negara demi kontestasi elektoral ini sehingga harus mendapat perlawanan dari segenap elemen masyarakat.

Hal ini menjadikan Pemilu sebagai proses demokratis yang seharusnya sebagai kontestasi rutin tempat gagasan bertarung,gagal menjadi pengalaman kolektif bangsa dalam berdemokrasi. Pemilu 2024 jadi terjebak sekadar melanjutkan status quo belaka. Padahal, Indonesia yang terdiri dari berbagai lapisan, kelas sosial serta kelompok minoritas telah melewati banyak peristiwa yang menjadikan kita semua berbagi sejarah sebagai satu bangsa. Pemilu adalah salah satu ajang di mana semua pengalaman tersebut terakumulasi menjadi satu dan para kandidat berkontes siapa yang mampu mendapat amanah dari kita sebagai pemilih. Namun di Pemilu 2024 ini, sebagai pemilih kita melihat pengalaman sebagai bangsa tersebut tidak dihargai dan diinjak-injak dari keberpihakan Presiden Joko Widodo dan sebagian pejabat serta aparatur sipil negara pada paslon
tertentu. Ditambah lagi, Presiden Joko Widodo dengan sengaja mengutip Pasal 299 Ayat 1 Undang-Undang Pemilihan Umum untuk membenarkan keberpihakannya dan dengan sengaja meninggalkan bagian lain terkait syarat-syarat dibolehkannya Presiden untuk berkampanye. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya undang-undang dipelintir untuk kepentingan elektoral sepihak oleh pemimpin negara tanpa mempertimbangkan etika.

Baca jugaSeruan Moral dari Kampus Sekaran

Sebagai mahasiswa rantau di negeri orang, kami merasa lebih dekat pada apa yang terjadi di Tanah Air. Desakan para guru-guru kami dan civitas akademika almamater kami dari berbagai kampus di Indonesia semakin meyakinkan kami bahwa Indonesia jauh dari baik-baik saja. Kami sebagai mahasiswa memiliki ruang kebebasan berekspresi dan berserikat dalam kerangka akademik yang mendorong kami untuk berada dalam garis yang sama dengan mereka yang memberi peringatan pada penyelenggara negara untuk kembali menjadi telada nmendesak dengan mengembalikan Pemilu sebagai pesta rakyat demi perubahan yang lebih baik, bukan kendaraan keberlanjutan garis keturunan sebagai penguasa.Kami sadar bahwa demokrasi bukanlah anugrah melainkan hasil dari ikhtiar bersama yang harus direbut, sebagaimana teladan yang diupayakan oleh bapak ibu bangsa kita tahun 1945. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas kami mendesak agar:

1. Presiden Joko Widodo beserta segenap jajaran mengembalikan martabat penyelenggaraan negara dengan berbasis etika;

2. Pemerintah untuk tidak menyalahgunakan wewenang, sumberdaya, dan lembaga negara untuk upaya pemenangan salah satu paslon tertentu dalam Pemilu 2024;

3. Penyelenggara negara dan aparat keamanan menjaga netralitas dan secara aktif menjamin ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai prasyarat demokrasi;

4. Masyarakat secara luas saling jaga dari segala bentuk upaya yang berusaha menciderai upaya gotong royong dang bersolidaritas yang selama ini daya rekat utama kita sebagai bangsa.

Forum Komunikasi Mahasiswa Australian National University (ANU)
1. Allan Dwi Pranata Graduate Student, College of Science
2. Amita Paramal Dini Graduate Student, College of Health and Medicine
3. Arumdriya Putri Graduate Student, Crawford School of Public Policy
4. Anita Wahid Phd Scholar, School of Cultural History and Language
5. Aristyo Rizka Darmawan Phd Scholar, Regnet School of Regulation and Global Governance
6. Asrul Siddiq Phd Scholar, Crawford School of Public Policy
7. Clara Siagian Phd Scholar, Crawford School of Public Policy
8. Dinda Ayu Maharani Graduate Student College of Business and Economics
9. Dyah Ayu Kartika Phd Scholar, Coral Bell School of Asia Pacific Affairs
10.Dio Ashar Wicaksana Phd Scholar, Regnet School of Regulation and Global Governance
11. Gita Putri Damayana Phd Scholar, Regnet School of Regulation and Global Governance
12.Nava Nuranniyah Phd Scholar, Coral Bell School of Asia Pacific Affairs
13.Riandy Laksono Phd Scholar, Crawford School of Public Policy
14.Pyan Amin Muchtar Phd Scholar, Crawford School of Public Policy
15.Sayyidati Oktia Padma Firdausi Graduate student, College of Health and Medicine
16. Theodora Shah Putri Phd Scholar, Regnet School of Regulation and Global Governance

Narahubung: Riandy Laksono +61 401-340089
Canberra, Kamis, 8 Februari 2024

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top