Nasional

Pengerahan Preman untuk Membubarkan Aksi Mahasiswa Adalah Bentuk Praktek Militeristik ORBA

Iravan Panusunan
(Presidium PA 98)

KEBARUAN.COM – Di dalam pergolakan gerakan demokratisasi pasca putusan MK yang kontroversial, dimana ketua MK kemarin yaitu Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Jokowi meloloskan keponakannya menjadi calon cawapres Prabowo Subianto, dimana Anwar Usman membengkokkan konstitusi dengan mengeluarkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Dimana dengan putusan itu, Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan Gibran Rakabuming Raka dapat mengikuti kontestasi walau itu melanggar etika dalam penegakan konstitusi di Republik ini.

Baca jugaPrabowo Dan Politik Kebohongan.

Pasca putusan yang kontroversial itu, muncul banyak gelombang proses penegakan demokrasi yang di lakukan oleh orang-orang atau kelompok masyarakat & mahasiswa, menolak apa yang dilakukan oleh penguasa yakni presiden Jokowi, dengan melakukan gerakan-gerakan yang menyuarakan kebusukan presiden Jokowi di berbagai acara diskusi politik, media sosial mau pun aksi turun ke jalan.

Tetapi, di tengah gelombang perlawanan-perlawanan terhadap kebusukan penguasa itu, gerakan – gerakan elemen demokrasi, beberapanya menghadapi suatu benturan horizontal dengan kelompok – kelompok bayaran yang diindikasi merupakan golongan preman, dengan beberapa kejadian seperti, pembubaran konsolidasi mahasiswa di kampus Trilogi – Kalibata, Jakarta pada tanggal 3 Februari 2024 oleh sekelompok preman, dimana preman-preman yang membubarkan konsolidasi mahasiswa itu disinyalir merupakan suruhan kelompok politik pendukung pemerintahan status quo.

Hari Selasa tanggal 13 Februari 2024 ini, ada sekelompok mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di Mahkamah Konstitusi untuk mengirimkan kajian dan bukti kecurangan pemilu, sekelompok mahasiswa itu kembali mendapatkan serangan pembubaran aksi demonstrasinya oleh kelompok preman yang dibantu oleh aparat kepolisian.

Kejadian-kejadian pembubaran gerakan demokrasi ini seakan membuka lembaran sejarah masa lalu, dimana pada saat gerakan aksi mahasiswa 1998 – masa pemerintahan presiden BJ. Habibie, penguasa ststus quo menggunakan unsur keamanan sipil yang merupakan kelompok-kelompok pengguna kekerasan / preman dalam melakukan pengamanan aksi demokrasi mau pun demonstrasi.

Sebuah pengalaman merupakan guru bagi suatu pembelajaran yang baik, di mana pengalaman penggunaan jasa PAM SWAKARSA yang berisikan sipil dengan unsur-unsur kekerasan tengah terulang kembali di masa pemerintahan presiden Jokowi ini.

Pemerintahan Jokowi seakan-akan ingin mengembalikan romantisme orde baru dengan cita rasanya, dimana ada sebuah kepentingan oligarki besar yang harus diselamatkan dari gerakan-gerakan demokrasi walau harus membenturkan rakyatnya, dengan sesama rakyat lainnya agar kekuasaan dapat diberlangsungkan walau darah & nyawa rakyat sebagai jaminannya.

Baca jugaMembaca Rekam Jejak Kelam Prabowo dalam Buku Hitam Prabowo Subianto

Ini sesuatu perilaku psikopat yang dilakukan oleh status quo, dimana reformasi yang digulirkan dari medio ’98 sampai beberapa waktu belakangan terakhir, ketika pada saat itu darah & nyawa rakyat menjadi pertaruhan bagi permainan judi politik agen-agen orde baru dalam mempertahankan kekuasannya, hal itu tengah dibuka kembali perjalanan sejarah itu oleh status quo pemerintahan Jokowi.

Kejadian-kejadian pemberangusan gerakan-gerakan demokrasi pada saat ini harus dikutuk, dikecam & dilawan demi keberlangsungan proses demokrasi yang berperikemanusiaan, adil & beradab.

Rakyat harus bersatu padu melawan kegilaan-kegilaan penguasa yang menghalalkan segala cara demi dapat berkuasa kembali pasca pemilu 2024 ini, agar anak – cucu kita nanti tidak menganggung beban dosa politik pemerintahan status quo Jokowi yang mengarahkan negeri ini ke jurang kehancuran sosial, politik & ekonomi.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top