KEBARUAN.COM – Sebagai sebuah lembaga riset yang terpercaya, menarik kemudian untuk membahas tentang hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas. Terakhir yang menjadi pokok pembahasan adalah bagaimana perubahan posisi perolehan suara para paslon (pasangan calon), berdasarkan survei Litbang Kompas. Dalam hasil survei terakhir, Prabowo – Gibran memiliki elektabilitas 39,3%, sementara Anies – Muhaimin memperoleh sekitar 16,7% , di urutan terakhir, ada Ganjar – Mahfud, dengan elektabilitas 15,3%, dengan undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihannya)sebanyak 28,7% (Sumber: kompas.com, diakses 18 Desember 2023).
Dengan ketiadaan paslon yang meraih suara melebih 50%, maka kemungkinan Pilpres akan berlangsung dua putaran. Litbang Kompas juga menyampaikan bahwa paslon Anies – Muhaimin (AMIN) memiliki potensi untuk menang pada Pilpres putaran kedua. Syaratnya adalah, jika suara yang diraih pasangan Ganjar- Mahfud, jika tersingkir di putaran pertama, beralih ke paslon Anies – Muhaimin, tentu saja paslon Ganjar – Mahfud harus menyatakan dukungan mereka ke paslon Anies – Muhaimin. Jika hal ini tidak terjadi, atau Ganjar – Mahfud tidak menyatakan dukungan kepada paslon manapun, setelah kalah pada putaran pertama, maka angka golput (golongan putih/pemilih yang menolak menggunakan hak pilihnya) akan sangat tinggi dan paslon Prabowo – Gibran akan memenangi Pilpres (Pemilu Presiden) putaran kedua (Sumber: mediaindonesia.com, diakses 18 Desember 2023).
Baca juga: Pesantren Favorit dan Terbesar di NU, Lirboyo, Mendukung AMIN
Hal inilah yang seharusnya jadi perhatian tim pemenangan nasional Anies – Muhaimin (Timnas AMIN), yaitu bagaimana merangkul sebanyak mungkin pihak, sehingga mampu memenangkan kontestasi Pilpres 2024, menghadapi paslon capres – cawapres, seperti Prabowo – Gibran, yang memiliki sumber daya, kekuasaan, dan dana yang besar. Begitu juga, jika pasangan Prabowo – Gibran tersingkir pada putaran pertama (kemungkinannya sangat kecil), tim pemenangan paslon Anies – Muhaimin, juga harus merangkul kubu Prabowo – Gibran.
Politik pada dasarnya adalah bagaimana merangkul kawan sebanyak-banyaknya, seperti kata-kata mutiara dari Bung Tomo, “Jangan memperbanyak lawan, tapi perbanyaklah kawan” (Sumber: gramedia.com, diakses 18 Desember 2023). Demokrasi Indonesia, yang berdasarkan atas asas musyawarah untuk mufakat, pada dasarnya adalah demokrasi deliberatif, yang bertujuan untuk kebaikan bersama (common good), bukan kompetisi menang kalah (win or loose).
Pada tahun 2019, presiden terpilih saat itu, yaitu Joko Widodo (Jokowi), telah mempraktekkannya, dengan merangkul Prabowo Subianto, dan memberikannya posisi sebagai menteri pertahanan (menhan). Terlepas dari banyaknya kritikan terhadap manuver politik Jokowi terkini, tindakan Jokowi yang merangkul lawan atau rival politik, yang dalam hal ini adalah Prabowo, yang berhadap-hadapan dalam kontestasi Pilpres 2019, patut dijadikan pelajaran dan dicontoh.
Hal lain yang harus diperhatikan oleh tim pemenangan nasional Anies – Muhaimin, adalah netralitas penyelenggara pemilu, supaya pemilu bisa berjalan secara jujur dan adil (jurdil). Akan tetapi, pada dasarnya usaha tidak akan mengkhianati hasil. Jika tim pemenangan nasional Anies – Muhaimi, sudah berusaha secara maksimal untuk merangkul kawan sebanyak-banyaknya, dan dengan ketat mengawasi penyelenggaraan Pilpres dan proses penghitungan suara, maka biasanya kemenangan tidak akan sulit diraih.
Baca juga: Mengenal Anies Baswedan: Prestasi dan Gagasannya untuk Indonesia
Yang jelas, kubu Anies – Muhaimin, harus senantiasa konsisten, dengan garis perjuangan politik mereka, yaitu untuk mewujudkan perubahan, supaya bangsa dan negara Indonesia, menjad lebih baik, daripada masa sekarang ini. Selain itu, kemampuan untuk menyampaikan seluruh poin program perjuangan pada mayoritas masyarakat Indonesia, juga menjadi hal yang krusial, supaya masyarakat paham, alasan utama mengapa mereka harus memilih Anies dan Muhaimin dalam kontestasi Pilpres 2024.
