Nasional

Surat Cinta Terakhir untuk Rakyat Indonesia

Foto Smith Alhadar (Sumber: mediaindonesia.com)

Oleh : Smith Alhadar
(Penasihat Institute for Democracy Education/IDe)

KEBARUAN.COM – Kalian yang saya cintai,
Hari sudah senja. Mari kita duduk bersama membicarakan secara serius masa depan bangsa kita. Kita tak punya banyak waktu lagi untuk bersenda gurau.

Sebentar lagi akan tiba momentum pilpres yang genting. Memang jamak saja kita punya preferensi politik berbeda. Dan apapun hasilnya semestinya kita terima sebagai konsekuensi sistem bernegara yang demokratis. Pilpres adalah perebutan kekuasaan secara damai untuk memperbaiki atau melahirkan visi-misi negara yang baru melalui pemimpin yang baru pula.

Tapi kali ini berbeda. Pesta demokrasi tidak berlangsung riang gembira. Intimidasi, kecurangan, sogokan, dan diskriminasi berlangsung terstruktur, sistematis, dan massif hingga ke pojok desa.

Presiden yang secara etis harus netral, dengan pongah menyatakan ia akan intervensi, berpihak, dan berkampanye untuk paslon yang mengusung puteranya sebagai cawapres. Banyak orang terdidik marah, tapi presiden hanya tertawa. Yang juga bikin kita terkejut, presiden tak menggubris bahwa cawe-cawenya akan menyeret bangsa ini ke jurang bahaya. Bukan main! Soeharto pun tidak seburuk ini.

Baca jugaChance Never Come Twice

Kalian yang saya cintai,
Mungkin sebagian dari kalian tak merasa terganggu. Bahkan gembira karena presiden berpihak pada paslon yang kalian dukung. Itu hak kalian. Tapi saya mohon kalian berpikir ulang dengan pikiran jernih dan hati tulus. Letakkan kepentingan bangsa di atas pertimbangan apapun.

Tidak masuk akal kita meloloskan paslon yang menjustifikasi kemunafikan, kekerasan, kerakusan, immoralitas, dan mendahulukan keluarga dan kroni-kroninya. Sampai hatikah kita merusak negara kita sendiri. Come on, berpikirlah ulang.

Saya mengerti, di tengah lilitan ekonomi dan sosial, kalian tertolong bansos dari presiden, paslon karbitan, parpol koalisi, dan berbagai instansi pemerintah. Tapi bansos-bansos itu sebagian datang dari hasil pajak dari kalian, bukan dari presiden dan entitas-entitas di atas.

Sebagian lain didapat dari korupsi dan dana gelap. Sisanya adalah sumbangan para oligarki, negara dan pebisnis asing. Jangan mengira sumbangan dari oligarki dan korporasi serta negara asing diberikan cuma-cuma. Mana ada tindakan kapitalis tidak bermotif laba!

Kalau nanti paslon penerima sumbangan jumbo itu memenangi pilpres, pemerintahannya harus mengembalikan uang-uang kotor itu dengan berbagai proyek mercusuar melalui kebijakan eksekutif dari pusat hingga daerah berbasis UU yang diproduksi DPR yang mulut sebagian anggotanya sudah disumpal duit para pencari rente. Aduh, sebenarnya saya tak enak mengatakan ini. Apa boleh buat dark invisible hands harus diungkap. Setidaknya, biar beban pikiran dan perasaan saya manjadi lebih ringan. Kalian percaya atau tidak itu soal lain.

Kalian yang saya cintai,
Sebenarnya saya hanya ingin katakan kalau nanti paslon Gemoy-Samsul berkuasa, bangsa kita akan tersandera balas budi pada entitas-entitas penyumbang itu. Pada akhirnya pemerintah hanya akan mengabdi pada kepentingan koruptif mereka. Kita hanya dapat remah-remahnya.

Saya tidak mengada-ada. Toh, pastinya kalian juga sudah tahu bahwa UU Cipta Kerja, UU Minerba, Proyek IKN, dan proyek-proyek yang dilabeli program strategis nasional yang berderet-deret itu tak lain kecuali ikhtiar balas budi itu. Tak apa kalian tak percaya. Tapi hari sudah senja. Tak ada salahnya untuk berpikir ulang.

Hari ini kalian dapat bansos recehan, besok penderitaan yang harus dipikul jauh lebih berat. Dan lama. Tidak mungkin kita berharap akan ada perbaikan pada kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa manakala paslon pemenang melanjutkan pikiran culas dan dangkal beserta seluruh kebijakan rezim sekarang yang nyata-nyata telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara secara beradab. Sungguh kita sedang berbalik arah dari cita-cita reformasi. Maaf, bila saya sepenuhnya skeptis pada profil paslon kalian.

Kalian yang saya cintai,
Ada lagi yang ingin saya sampaikan bahwa kini presiden sedang membangun kerajaan Jawa kuno. Serius. Setidaknya itu yang dikhayalkannya. Hari ini, meskipun telah melakukan pelanggaran etika berat gara-gara meloloskan Samsul menjadi cawapres, pamannya — ipar presiden — masih duduk sebagai hakim di MK dan sedang gigih berusaha mengembalikan reputasinya. Bisa jadi dia akan berhasil.

Samsul kini mendampingi capres yang telah mengubah karakter perwiranya menjadi tokoh gemoy. Sementara menantu presiden sudah beberapa tahun ini menjadi Walikota Medan dan intimidasi serta keberpihakan yang diduga kuat dilakukan atas perintahnya terkait pilpres sedang berlangsung di sana.

Lalu, putera bungsu presiden didudukkan begitu saja sebagai ketua umum partai kecil yang tiba-tiba menjadi kaya. Ada yang bilang balihonya lebih banyak dari simpatisannya. Lucu, tapi mungkin benar. Apakah kalian tidak merasa ada yang salah dalam hal ini?

Kalau nanti Gemoy-Samsul berkuasa, Paman di MK bisa kembali menjadi Ketua. Berikut, adik si Samsul diberitakan akan menjadi Gubernur Jakarta melalui UU yang sedang digodok di mana presiden memiliki otoritas dalam menunjuk orang yang menduduki kursi itu, bukan melalui pilkada.

Hal ini diduga disengaja demi mewujudkan politik dinasti. Ke depan, diduga berdasarkan proyeksi presiden, Samsul akan menjadi presiden. Setelah itu, adiknya akan mengambil tongkat estafet untuk melanjutkan kerajaan.

Untuk itu, fokus presiden hari ini adalah, selain memenangkan Gemoy-Samsul, mengkerdilkan padaI-P. Menurut Samsul, Jawa Tengah sebagai kandang Banteng akan diubah jadi Kebun Mawar. Kita tidak tahu bagaimana caranya. Tapi sebagai Walikota Solo, Samsul akan mengerahkan semua kekuatannya untuk mewujudkan the impossible. Mungkin ia tak akan berhasil. Tapi kalau mnjadi pemimpin puncak, bukankah ia memiliki kekuasaan lebih besar untuk cita-citanya itu. Anak yang jumawa ini bisa berpikir kalau Soeharto berhasil, mestinya ia juga bisa. Terserah kalian merasa ini aneh atau tidak.

Kalian yang saya cintai,
Dalam pilpres sebelumnya, saya dukung Gemoy. Waktu itu dia belum joget dari panggung ke panggung. Dan tidak ada alternatif lain. Lagipula, dia memiliki keunggulan intelektual ketimbang lawannya. Pada pilpres kali ini, kompetitor Gemoy justru lebih muda dan sangat cerdas. Integritas dan rekam jejaknya pun kinclong.

Lebih dari itu, paslon yang menjadi pesaing serius Gemoy-Samsul menawarkan perubahan yang, menurut saya, merupakan keniscayaan demi kemaslahatan kita semua. Jangan percaya begitu saja pada apa yang saya katakan. Silakan googling untuk mndapat informasi yang melimpah tentang paslon ini. Kalay ada yang cacat, saya anjurkan untuk tidak memilih mereka.

Paslon pengusung perubahan ini menarik. Mereka menjanjikan keadilan sosial bagi semua. Yang kecil akan dibesarkan, yang besar tidak dikecilkan. Artinya, yang besar dan kecil diperlakukan sama. Saya tidak suruh kalian percaya sebelum memeriksa dengan saksama kinerjanya ketika memimpin Jakarta. Saya sudah kroscek rekam jejak capres ketika memimpin Jakarta.

Dalam wawancara dengan majalah Tempo, edisi 5 April 1999, ayahanda dari Gemoy membenarkan berdasarkan pengakuan dari puteranya sendiri bahwa Tim Mawar yang diketuainya memang menculik aktivis dan mahasiswa menjelang pemilu 1997. Tapi semuanya, 9 orang, sudah dilepaskan. Langsung saya percaya pada informasi itu. Belakangan baru saya tahu bahwa masih ada 14 orang lagi yang tak diketahui keberadaannya sampai sekarang. Akibat penculikan itu, Dewan Kehormatan Perwira memecat Gemoy dari institusinya.

Terserah bagi kalian yang terpukau oleh goyang Gemoy. Tapi pantaskah kita memilih pemimpin hanya berdasarkan jogetnya yang aneh? Jangan menyesal kalau nanti Orde Baru dalam bentuknya yang lebih vulagiar come back secara penuh. Mesti diingat bahwa ayahanda dari Gemoy adalah arsitek ekonomi Orde Baru. Gemoy sendiri adalah menantu Soeharto. Maka, tak terlalu salah bila kita berasumsi pandangan politik dan ekonomi Gemoy tidak akan jauh dari trilogi pembangunan Orba: stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.

Ideologi ini membenarkan kekerasan, mengabaikan demokrasi, sentralisasi kekuasaan, dan mengekang kebebasan sipil dan pers. Kebetulan presiden sudah memulai sehingga memberikan karpet merah bagi Gemoy yang sudah lama merindukan kekuasaan untuk menyempurnakannya.

Bisa dipastikan KKN juga bakal marak karena keluarga Gemoy adalah keluarga pebisnis besar. Dua putera presiden, menurut dosen Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun, berselingkuh dengan oligarki yang merusak hutan demi memperoleh modal jumbo dari oligarki. Dlalam waktu singkat, kedua anak yang belum berpengalaman ini memiliki 60-an perusahaan bernilai ratusan milyar rupiah.

Kalian yang saya cintai,
Tak apa kalau kalian nyinyir terhadap narasi saya. Namanya saja kita bertukar pikiran guna mengangkat marwah bangsa dan negara ke depan terkait pilpres. Dalam konteks ini, biarlah saya bertanya: mungkinkah paslon dengan rekam jejak buruk terkait HAM, KKN, dan kekuasaan yang didapat tidak melalui norma yang sepantasnya, dapatt memajukan bangsa yang rakyatnya mentolerir intimidasi dan kesengasaraan?

Pikirkan baik-baik hal ini sebelum nasi menjadi bubur. Kalau kalian sepakat dengan saya bahwa perubahan harus dilakukan pemerintahan mendatang, maka mulailah fokus pada jalannya proses pilpres dengan ikhtiar ekstra keras.

Kita harus mampu melawan ketakutan yang dihadirkan rezim melalui berbagai instrumen dan intimidasi aparat.

Silakan saja terima bansos, tapi jangan melihat itu sebagai kedermawanan si pemberi, melainkan penyuapan yang menghina nurani kita. Artinya, kita tak perlu mencoblos paslon yang membeli suara kita dengan harga sangat murah dan beresiko tinggi.

Kita tingkatkan militansi dalam mengawasi dan mengawal jalannya hajatan nasional ini agar berlangsung fair.

Baca jugaSenjakala Demokrasi di Era Jokowi

Kalian yang saya cintai,
Tentu saja tidak mudah melakukan ini. Toh, presiden, penyelenggara pemilu, birokrasi, lembaga-lembaga negara yang strategis, aparat desa, dan parpol-parpol pendukung sedang berusaha dengan segala cara untuk menyingkirkan lawan-lawan mereka.

jangan terlalu percaya pada lembaga-lembaga survei yang hasil-hasil surveinya seringkali menyodok akal sehat kita. Mengherankan, semakin nyungsep kinerja rezim dan performa debat paslon Gemoy-Samsul semakin melejit elektabilitas mereka.

Mengapa pilpres harus dikawal ketat? Sekali lagi bangsa kita sedang menghadapi bahaya serius. Intervensi presiden — diikuti, di antaranya, seluruh cabang eksekutif hingga ke desa-desa — sudah terlalu jauh sehingga mempertaruhkan legitimasi pilpres.

Kemenangan Gemoy-Samsul akan sulit diterima publik. Dus, pemerintahan mereka akan rapuh — saya ukur-ukur tidak menimbulkan chaos — ketika pemerintahan membutuhkan persatuan nasional di tengah keresahan dan keterbelahan sosial.

Menurut saya, hanya tersedia satu jalan untuk menyelamatkan kita semua, yaitu mengalahkan paslon karbitan dan memenangkan paslon pengusung perubahan.

Ini surat pertama dan terakhir saya pada sahabat-sahabat yang saya hormati. Tak perlu percaya pada narasi saya yang bisa jadi keliru. Tapi kalian harus lebih banyak berdoa agar bangsa kita terselamatkan dari marabahaya. Terima kasih sudah bersedia berbagi dengan saya.

Tangsel, 30 Januari 2024

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top